Saturday, 26 October 2013

Berjuang bersama nelayan

Source: ajisularso.com

   Petani adalah elemen penting dalam hidup sebagian besar pendududk negeri ini. Sebab, makanan pokok bagi sebagian besar kita masih nasi dan ikan. Tanpa ikan, sulit makanan itu tertelan.
   Kalau mau jujur, betapa besar jasa petani dan nelayan ini bagi hidup kita. Sebab, merekalah yang bekerja keras membanting tulang, sehingga bisa menghasilkan bahan makanan pokok kita. Bisa di bayangkan, sekiranya mereka tidak ada.
   Sampai disini, patutlah kita jujur akan besarnya peran nelayan. kita harus memperhatikan nasib mereka. Sudah sepantasnya kebijakan berpihak kepada mereka agar kegiatannya untuk menyiapkan bahan konsumsi tidak terganggu.
   Saban hari, diantara kita munkin berteriak karena harga ikan melambung. tetapi kita tidak pernah mau mendengar teriakan nelayan ketika mereka sulit membeli bahan bakar minyak untuk operasional melaut. Kita juga mungkin tidak pernah peduli manakala mereka berteriak karena tidak bisa lagi turun ke laut.
   Lantas, dimana sesunggguhnya empati dan keberpihakan kita kepada nelayan? sementara kita juga sadar dengan data yang tersaji setiap saat didepan mata kita bahwa para nelayan kita masih tergolong masyarakat miskin, bahkan sangat dominandalam daftar keluarga miskin. Mayoritas diantara kita mereka adalah keluarga prasejahtera yang selalu butuh bantuan agar bisa keluar dari belenggu kemiskinan. Bahkan yang paling memprihatinkan karena mereka juga sulit mnyekolahkan anak-anaknya, sehingga terancam bernasib sama dengan orang tuanya bekerja sebagai petani dan nelayan miskin. Akibatnya, lingkaran kemiskinan terus membelit mereka.
   Untuk itu, atas nama kemanusiaan, nasib nelayan juga harus diperhatikan dan diperjuangkan untuk bisa meraih kemandirian. Jika mereka sudah bisa mandiri secara ekonomi, tentu angka kemiskinan juga akan menurun. Sebab yang miskin selama ini dari penduduk negeri ini umumnya dari kalangan petani dan nelayan. Mereka harus lebih dimanusiakan.
   Nelayan memang seharusnya didengar keluh kesahnya. Sebab, selama ini mereka kurang mendapat ruang untuk berkeluh kesah, hanya sebatas itu, tidak ada tindak lanjut yang menunjukkan bahwa ada keberpihakan kebijakan pemerintah kepada mereka.
   Contoh kongkret adalah musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang)yang selama ini menjadi wadah penyaluran aspirasi dan mengetahui keinginan nelayan, cenderung hanya menjadi seremoni belaka. usulan usulan yang masuk seringkali menguap di tengah jalan, sehingga hampir tidak ada kepentingan mereka yang terakomodasi. Jadilah musrenbang kemudianlebih banyak mengadopsi kepentingan elit, sehingga nelayan tetaplah nelayan. Harapan mereka mencapai kemandirian tetap saja tinggal.

0 comments:

Post a Comment